Minggu, 30 Januari 2011

Everything Part 1

Ting tong!
"Mbok," Raya menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi, "itu Kenny tolong dibukain, mbok." Tanpa menunggu ada orang yang meresponnya, Raya kembali menutup pintu kamar mandi rapat.
Tok tok!
Raya kembali membuka pintu kamar mandi sedikit. Pembantu yang sudah bekerja berpuluh-puluh tahun untuk keluarganya berdiri di depan pintu.
"Non, itu Mas Kenny mau dibikinin apa?" tanya Mbok Kiki.
"Lha? Ya tanya orangnya dong, masa tanya aku?"
"Kata Mas Kenny, non ngerti Mas Kenny mau apa."
Raya berdecak sebal. "Dia di mana sekarang?"
"Di ruang TV."
"Bilangin suruh ambil sendiri aja deh!" Raya kembali menutup pintu kamar mandi.
"Udah selesai beloooom?" tiba-tiba suara cowok yang terdengar manja muncul dari balik pintu, "Katanya mau cabut hari ini! Udah jam 10 nih!"
Raya membuka pintu lebar dengan tatapan datar. "Lo janjinya dateng jam 7! Kalo sekarang, gue udah males." Raya berjalan melalui Kenny sambil melempar buntelan handuk dan pakaian kotornya ke keranjang sebelah pintu kamar mandi.
"Yah, kok gitu, Ra?" Kenny terdengar menyesal. Ia melangkah cepat menyusul Raya yamg sudah beberapa langkah di depannya. "Maaf, Ra."
Raya tidak pernah bisa menyembunyikan senyumnya ketika menatap Kenny yang mudah merasa bersalah. Walaupun ia berusaha mati-matian untuk terlihat marah, senyum tetap mengembang di wajahnya. "Nggak apa-apa kok. Kita hari ini main game di rumah gue deh!" Raya kembali terdengar ceria.
Mereka duduk di ruang TV dan menghabiskan waktu bersama selama berjam-jam di tempat itu. Pertama mereka menonton film, kemudian lanjut main Nitendo Wii berdua, dan akhirnya Kenny sendirian main Play Station sedangkan Raya hanya menonton. Banyak hal mereka bicarakan, walaupun setiap hari bertemu di sekolah dan sms-an namun ketika menghabiskan waktu bersama pasti banyak yang mereka bicarakan.
Raya dan Kenny bersahabat semenjak mereka SMP bahkan sampai sekarang mereka kelas 3 SMA. Mereka berdua tidak terpisahkan. Mereka selalu bercerita mengenai hari-hari mereka setiap malam, dan mereka selalu berkomitmen bahwa mereka akan selalu mengutamakan kepentingan satu sama lain diatas apapun, termasuk pacar-pacar mereka sendiri. Itulah yang menyebabkan banyak cowok maupun cewek tidak kuat mengatasi kecemburuan mereka.
Kenny masih seru sendiri dengan permainannya. Di sebelahnya, Raya duduk bersila sambil mengecek handphonenya.
"Ken, lo hari ini 7 bulanan ya?" Raya tiba-tiba bertanya.
Kenny hanya melirik kemudian tersenyum seadanya.
"Kok nggak bilang sama gue?" kata Raya jutek, "Gue mau nyelametin Sasa dulu kalau gitu."
Kenny tiba-tiba menekan tombol pause pada stick PS-nya dan segera menahan tangan Raya. "Jangan, Ra, gue putus." Kalimat itu meluncur dengan cepatnya dari mulut Kenny. Tatapannya tidak enak.
Raya berusaha mengontrol suaranya mendengar kabar yang mengejutkan itu. Masalahnya ia tidak pernah mendengar Kenny bercerita hal negatif mengenai hubungannya dengan Sasa, bahkan ia sangat jarang mendengar Kenny bercerita tentang Sasa. Mungkin di situ keanehannya. "Ada apa?"
"Gue juga nggak tau! Lo taulah, gue dan Sasa jarang banget berantem. Yang gue tau adalah sejak masuk bulan kelima pacaran, kami jadi jaraaang banget komunikasi. Dan 5 hari yang lalu dia minta putus dengan alasan kami udah nggak sejalan lagi."
"Dan lo terima gitu aja?" tanya Raya cepat.
Kenny menatap ke lantai kemudian mengangkat bahunya. "Ya, gimana, Ra? Gue juga ngerasa hal yang sama."
Raya menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. Kenny tidak berhenti menatapnya untuk melihat ekspresi Raya selanjutnya, karena Raya pasti akan marah besar karena ia baru memberitahunya.
Raya diam lama, mencerna segala hal yang mendadak bercampur satu di dalam kepalanya. Kemudian ia menengok ke arah Kenny dan menatap matanya.
"Seminggu yang lalu Rio balik dari Australia cuman untuk ngajakin gue balikan."
"Serius lo?" Kenny yang sekarang gantian menghempaskan badannya ke sandaran sofa dan menatap Raya terkejut.
Raya mengangguk. "Udah setengah tahun gue nggak mau komunikasi dengan dia. Dia pikir dengan pulang ke Jakarta dan ngajak gue balikan secara langsung bakalan bikin gue luluh?" tanyanya terlebih kepada dirinya sendiri. Nada suaranya terdengar emosi.
"Tapi...lo kangen sama dia?" tebak Kenny.
Raya menengok cepat dan menatap tajam Kenny. Namun, dalam waktu sebentar kepalanya bersandar lunglai di pundak Kenny. Raya hanya mengangguk.
"Rio itu cowok brengsek." Kenny menatap lurus ke depan.
"Sasa itu cewek yang baik." Raya menatap Kenny dengan tatapan prihatin.
Kenny menengok dan mendapati sahabat kecilnya yang tampak sedih. Ia tertawa kecil. "Well, now, we're even."
Raya tersenyum. Mereka diam untuk beberapa saat.
Namun kemudian Raya teringat akan suatu hal. "Eh, Kenn, temenin gue kabur yuk minggu depan!"
"Dari rumah? Serius?"
"Sehari aja, lebay," Raya memutar bola matanya, "gue mau ke Lembang, pokoknya ke tempat yang bisa menyepi."
"Sama siapa aja?"
Raya nyengir. "Tadinya mau sendirian."
"Ah gila! Lo mau nyupir sendiri?!" Kenny geleng-geleng kepala, "Kalo gini kasusnya, gue wajib ikut! Nggak akan gue biarin lo ke tempat jauh begituan sendiri."
"I know you wouldn't. Tapi nggak usah ajak siapa-siapa ya, Kenn, gue lagi pengen sepi-sepi aja."
Kenny mengangguk bersemangat. Harus diakui selama hampir 6 tahun bersahabat dengan Raya, ia sangat jarang pergu keluar kota dengannya. "Okay!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar