Raya menatap matahari yang mulai memunculkan cahayanya di pagi hari dari balkon kamarnya. Ia menopangkan dagunya pada kayu penyanggah. Jakarta begitu tenang di hari Sabtu pagi itu. Ia kemudian menatap ke bawah dan melihat mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Tidak lama kemudian Kenny keluar dengan celana pendek coklat muda dan kaos polos putih, rambutnya masih acak-acakan namun senyum di wajahnya begitu lebar ketika melihat Raya yang menatapnya dari balkon.
Raya masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu balkon. Ia mengambil ranselnya kemudian turun ke bawah untuk berpamitan kepada orang tuanya yang masih tidur. Tidak lama kemudian Raya sudah masuk ke dalam mobil Kenny. Mereka segera berangkat menuju ke Lembang.
"Tumben tepat waktu," celetuk Raya memulai perbincangan mereka pagi itu.
Kenny melirik kemudian terkekeh sendiri. "Telat bangunnya sebenernya tadi."
"Udah bisa nebak gue."
Mereka melalui perjalanan panjang selama empat jam menuju Lembang. Sesekali mereka berhenti di pinggir jalan tol untuk mengambil foto atau hanya menikmati pemandangan hamparan sawah dan pegunungan di depan mereka. Komitmen mereka hari itu adalah what happen in Jakarta stays in Jakarta, jadi mereka sama sekali tidak membawa pembicaraan lain selain liburan hari itu.
"Makan dulu ya, Ra, laper," kata Kenny begitu keluar dari pintu tol Lembang, "gue tau tempat makan enak!"
Raya mempercayakan Kenny untuk membawanya ke mana pun.
Kenny dan Raya sampai di salah satu restoran terkenal di Lembang. Mereka memasuki area restoran yang sangat besar dan bersatu dengan alam tersebut. Salah satu pelayannya mempersilahkan mereka untuk duduk di salah satu dari gubuk-gubuk kecil di sisi air terjun buatan.
Mereka memesan makanan sambil menikmati suasana yang begitu nyaman sekaligus romantis di tempat itu. Sesekali mereka bercanda tawa dan melupakan segala masalah yang ada.
Tiba-tiba sebuah SMS masuk ke handphone Raya. Nomernya seperti nomer luar negeri.
"Siapa, Ra?" tanya Kenny begitu melihat perubahan ekspresi Raya setelah membaca SMS-nya.
"Rio."
"Apa katanya?" tanya Kenny datar.
Raya menyodorkan handphonenya dan tampak di layarnya satu kalimat yang begitu jelas. I miss you, hope you're okay now :)
Kenny membuang muka setelah selesai membacanya. "Kalo aja si brengsek itu tau kalo lo jadi kenapa-napa setelah dapet SMS itu."
Raya menatap Kenny cepat. "Gue nggak apa-apa kok!" nadanya terdengar defensif.
"Oh ya?"
"Iya!"
"Yasudahlah, nggak penting!" Kenny mengibas-ibaskan tangannya, tidak peduli.
Raya tersenyum kecil. "I'm okay as long as I have you," katanya dengan volume suara yang kecil, namun Kenny dapat mendengarnya.
Kenny mengangkat kepalanya cepat, menatap Raya yang sudah membalikan wajah untuk menutupi ekspresi malunya.
Kenny tertawa kecil. "Well, then you'll be okay forever."
Kali ini Raya kembali menatap Kenny, tidak menyangka respon yang akan didapatnya dari Kenny. Ia tidak dapat menutupi senyumannya. Raya tau Kenny memang sahabat yang terbaik untuknya.
"Cabut yuk," ajak Raya sambil memberesi barang-barangnya.
"Ra, mau ke mana nih?" tanya Kenny sambil menahan tangan Raya.
Raya tampak berpikir. "Ke tengah kota Bandung aja deh, Kenn, terus nanti menjelang malem kita ke Bukit Bintang ya. Pleaseee," mohon Raya dengan gaya kekanak-kanakan.
Kenny tersenyum melihat Raya memohon seperti itu padanya. "Okay, okay, this is your trip." Kenny menganggukan kepalanya.
Akhirnya, sore pun tiba. Setelah muter-muter keliling kota Bandung, dari mulai tempat bersejarah sampai ke FO, akhirnya mereka menuju ke Dago. Di daerah Dago ada sebuah dataran tinggi yang menghadap langsung ke kota Bandung dan ketika malam tiba, bintang-bintang berkelap-kelip seirama dengan cahaya gedung-gedung.
Mereka tiba di Bukit Bintang tepat pukul 5 sore. Matahari mulai terbenam di balik pegunungan seberang tempat itu. Kenny memarkir mobilnya di dataran paling tinggi. Kemudian mereka keluar dari mobil dan duduk di atas kap mobil Kenny.
Untuk beberapa lama mereka hanya diam, menikmati angin yang mulai menggerogoti tulang mereka.
"Kenn," panggi Raya sambil memejamkan matanya dan mendongakan kepalanya ke arah langit.
"Hm?"
"Nggak nyeselkan ya nganterin gue ke sini?"
Kenny menengok. Ia menatapi seluruh lekukan wajah Raya yang membuat gadis ini selalu menjadi idola cowok manapun. Ya, sahabatanya bukan hanya menyenangkan, juga sangat cantik, namun sikapnya yang terlalu sederhanalah yang membuatnya semakin menarik di mata Kenny. Apa yang telah dilakukannya selama ini? Membuang-buang cewek yang begitu istimewa di depannya hanya untuk dijadikan sebatas sahabat? Kalau saja ia sudah membuka mata dari dulu, ia tidak perlu repot-repot menyukai cewek lain.
"Kenny?"
"Ya?"
"Nggak nyeselkan?" Raya menundukan kepalanya kemudian menatap Kenny lekat-lekat. Bibir dan matanya tampak tersenyum.
Kenny tersenyum. "Nggak akan pernah," katanya sambil menggeleng.
Raya terdiam. Mendadak suasana begitu canggung antara dirinya dan Kenny. Setelah 6 tahun mereka menghabiskan waktu bersama, untuk pertama kalinya mereka....bersikap malu-malu? Atau itu hanya perasaan Raya.
"Lo harus terima Rio lagi."
Raya menengok cepat. "Kata lo dia brengsek?"
"Gue yakin dia berubah," Kenny menunduk kemudian tersenyum, "selama ini gue selalu bilang dia brengsek karena gue nggak mau kehilangan lo."
Raya menggeleng. "Gue nggak akan ke mana-mana."
"Lo nggak ngerti, Ra. Sekarang mungkin kita emang berkomitmen untuk ngutamain kepentingan satu sama lain di atas pacar kita, tapi nanti? Gimana ketika lo udah nemuin suami lo? Cowok yang bakalan ada di samping lo selamanya? Apa lo rela ngorbanin dia buat gue?" Kenny menatap Raya dengan kalut. "Gue takut, Ra! Tapi gue bisa apa? Kita bakalan punya dua kehidupan yang berbeda! Dan nggak sepantesnya kita ngorbanin kehidupan kita buat satu sama lain."
"Jadi...maksud lo persahabatan kita worthless?"
Kenny menggeleng. "Gue sayang sama lo, Ra, ta-"
"Gue juga sayang sama lo!" potong Raya. Setetes air mata jatuh dari pipinya, ia segera mengelapnya dengan punggung tangannya cepat.
"As friend, Ra-"
"No!" Raya berkata tegas, air matanya jatuh semakin banyak, "I literally love you, Kenn!"
Kenny diam. Ia mencoba memproses maksud Raya yang ia rasa agak berbeda dari kalimatnya tadi. Ya Tuhan, Raya. "Gue pikir lo...Nggak, nggak, lo bercanda...Tunggu! Tunggu!" Kenny menjabak rambutnya frustasi. What should I do? What should I do? Raya!
Raya turun dari kap mobil tanpa berbicara. Ia membuka pintu mobilnya dan sebelum ia masuk, ia menatap Kenny yang masih diam saja. "Gue nggak tau kenapa lo harus segini bingungnya, Kenn. Face it, we're more than just friends."
Raya menutup pintu mobil. Kenny masih berada di posisinya yang sama dengan pikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar